TUGAS 5
Hari/tanggal : Senin, 9 April 2018
Nama : WAHYU ANASTI
NIM: E1B117069
Kelas : Reguler Sore A
Alamat Email : wahyuanastii@gmail.com
Alamat Blog : wahyuanastii.blogspot.id
KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN PSIKOFISIK PESERTA DIDIK DI TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH, MENCAKUP (A) PERKEMBANGAN FISIK-MOTORIK, (B) KOGNITIF, (C) BAHASA, (D) SOSIOEMOSIONAL, (E) MORAL DAN RELIGI
. A. PERKEMBANGAN FISIK – MOTORIK
Perkembangan Fisik
Masa perkembangan remaja dimulai dari masa puber, umur 12-14
tahun. Masa puber atau permulaan remaja adalah suatu masa saat perkembangan
fisik dan intelektual berkembang secara cepat. Pertengahan masa remaja adalah
masa yang lebih stabil untuk menyesuaikan diri dan berintegrasi dengan
perubahan permulaan remaja kira- kira umur 14-16 tahun. Pubertas adalah suatu
rangkaian perubahan fisik yang membuat organisme secara matang mampu
berproduksi. Hampir setiap organ dan system tubuh dipengaruhi oleh perubahan
ini. Anak yang mengalami puber awal akan mengalami berbeda dengan puber akhir.
Dalam penampakan luar karena perubahan tinggi, proporsi tubuh, dan adanya
tanda-tanda perkembangan seksual pertama dan kedua.Walaupun urutan kejadian
pada pubertas pada umumnya sama bagi setiap anak. Waktu dan kecepatan tiap-tiap
anak berbeda. Rata-rata anak perempuan mengalami perubahan 1 sampai 2 tahun
lebih awal daripada anak laki-laki.
Perkembangan Motorik
Ketika anak memasuki usia SMP, sebenarnya ia telah memiliki
kemampuan motorik dasar, baik motorik kasar maupun motorik halus sebagai modal
utama dalam mengikuti berbagai aktivitas di sekolah. Pada usia ini kekuatan
otot anak akan berlipat ganda seiring dengan semakin banyaknya jumlah sel otot
baru yang terbentuk. Pada anak laki-laki, sel-sel otot baru yang dibentuk
jumlahnya lebih banyak daripada anak perempuan, sehingga tidak heran kalau anak
laki-laki biasanya lebih kuat dibandingkan dengan anak perempuan.
Perkembangan kekuatan otot tersebut kemudian diimbangi
dengan perkembangan dalam mengoordinasi gerakan antara otot yang satu dengan
otot yang lain. Oleh karena itu, keterampilan motorik halus yang telah
dimilikinya akan terus meningkat dan lebih spesifik. Pada masa ini aktivitas
fisik sederhana yang meliputi lari jarak pendek, melompat, dan melempar
benda-benda sesukanya, sudah tidak menarik lagi. Sebaliknya, mereka membutuhkan
jenis aktivitas yang kompleks dan menantang.
Dengan semakin berkembangnya sistem saraf, sehingga
penyampaian rangsangan dari simpul-simpul sarafnya berlangsung lebih cepat,
maka anak semakin terampil dalam mengoordinasi otot-otot tangan dan kakinya.
B. PERKEMBANGAN KOGNITIF
Piaget, seorang ahli psikologi kognitif, mengemukakan 4
(empat) tahapan perkembangan kognitif individu , yaitu:
a) Tahap Sensori-Motor (0-2)
Inteligensi sensori-motor dipandang sebagai inteligensi
praktis (practical intelligence), yang berfaedah untuk belajar berbuat terhadap
lingkungannya sebelum mampu berfikir mengenai apa yang sedang ia perbuat.
Inteligensi individu pada tahap ini masih bersifat primitif, namun merupakan
inteligensi dasar. Artinya, benda apapun yang tidak ia lihat, tidak ia sentuh,
atau tidak ia dengar dianggap tidak ada meskipun sesungguhnya benda itu ada.
Dalam rentang 18 – 24 bulan barulah kemampuan object permanence anak tersebut
muncul secara bertahap dan sistematis
b) Tahap Pra Operasional (2–7)
Pada tahap ini anak sudah memiliki penguasaan sempurna
tentang object permanence. Artinya, anak tersebut sudah memiliki kesadaran akan
tetap eksisnya suatu benda yang harus ada atau biasa ada, walaupun benda
tersebut sudah ia tinggalkan atau sudah tak dilihat, didengar atau disentuh
lagi.
c) Tahap
konkret-operasional (7-11)
Pada periode ditandai oleh adanya tambahan kemampuan yang
disebut system of operation (satuan langkah berfikir) yang bermanfaat untuk
mengkoordinasikan pemikiran dan idenya dengan peristiwa tertentu ke dalam
pemikirannya sendiri.
d) Tahap
formal-operasional (11-dewasa)
Pada periode ini seorang remaja telah memiliki kemampuan
mengkoordinasikan baik secara simultan maupun berurutan dua ragam kemampuan
kognitif yaitu :
Kapasitas menggunakan hipotesis; kemampuan berfikir mengenai
sesuatu khususnya dalam hal pemecahan masalah dengan menggunakan anggapan dasar
yang relevan dengan lingkungan yang dia respons dan kapasitas menggunakan
prinsip-prinsip abstrak.
Kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak; kemampuan
untuk mempelajari materi-materi pelajaran yang abstrak secara luas dan
mendalam.
C. BAHASA
Bahasa remaja adalah bahasa yang telah berkembang ia telah
banyak belajar dari lingkungan, dan dengan demikian bahasa remaja terbentuk
dari kondisi lingkungan. Lingkungan remaja mencakup lingkungan keluarga,
masyarakat dan khususnya pergaulan teman sebaya, dan lingkungan sekolah. Pola
bahasa yang dimiliki adalah bahasa yang berkembang di dalam keluarga atau yang
disebut bahasa ibu.
Perkembangan bahasa remaja dilengkapi dan diperkaya oleh
lingkungan masyarakat di mana mereka tinggal. Hal ini berarti pembentukan
kepribadian yang dihasilkan dari pergaulan masyarakat sekitar akan memberi ciri
khusus dalam perilaku bahasa. Bersamaan dengan kehidupannya di dalam masyarakat
luas, anak (remaja) mengkutip proses belajar disekolah. Sebagaimana diketahui,
dilembaga pendidikan diberikan rangsangan yang terarah sesuai dengan
kaidah-kaedah yang benar. Proses pendidikan bukan memperluas dan memperdalam
cakrawala ilmu pengetahuan semata, tetapi juga secara berencana merekayasa
perkembangan sistem budaya, termasuk perilaku berbahasa. Pengaruh pergaulan di
dalam masyarakat (teman sebaya) terkadang cukup menonjol, sehingga bahasa anak
(remaja) menjadi lebih diwarnai pola bahasa pergaulan yang berkembang di dalam
kelompok sebaya. Dari kelompok itu berkembang bahasa sandi, bahasa kelompok
yang bentuknya amat khusus, seperti istilah baceman dikalangan pelajar yang dimaksudkan
adalah bocoran soal ulangan atau tes. Bahasa prokem terutama secara khusus
untuk kepentingan khusus pula.
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa bahasa remaja
sangat dipengaruhi oleh pergaulan dengan sesamanya. Oleh karena itu, peran
lingkungan keluarga dan sekolah sangat dibutuhkan agar terdapat keseimbangan
diantaranya.
D. SOSIO – EMOSIONAL
Tahapan perkembangan moral adalah ukuran dari tinggi
rendahnya moral seseorang berdasarkan perkembangan penalaran moralnya seperti
yang diungkapkan oleh Lawrence Kohlberg. Tahap-tahap perkembangan moral menurut
Kohlberg :
Pra-Konvensional
Tingkat pra-konvensional dari penalaran moral umumnya ada
pada anak-anak, walaupun orang dewasa juga dapat menunjukkan penalaran dalam
tahap ini. Seseorang yang berada dalam tingkat pra-konvensional menilai
moralitas dari suatu tindakan berdasarkan konsekuensinya langsung. Tingkat
pra-konvensional terdiri dari dua tahapan awal dalam perkembangan moral, dan
murni melihat diri dalam bentuk egosentris
Konvensional
Tingkat konvensional umumnya ada pada seorang remaja atau
orang dewasa. Orang di tahapan ini menilai moralitas dari suatu tindakan dengan
membandingkannya dengan pandangan dan harapan masyarakat.
Pasca-Konvensional
Tingkatan pasca konvensional, juga dikenal sebagai tingkat
berprinsip, terdiri dari tahap lima dan enam dari perkembangan moral. Kenyataan
bahwa individu-individu adalah entitas yang terpisah dari masyarakat kini
menjadi semakin jelas. Perspektif seseorang harus dilihat sebelum perspektif
masyarakat. Akibat ‘hakekat diri mendahului orang lain’ ini membuat tingkatan
pasca-konvensional sering tertukar dengan perilaku pra-konvensional.
Adapun factor-faktor yang mempengaruhi perkembangan social
antara lain sebagai berikut :
1.Keluarga
2.Kematangan
3.Status social ekonomi
4.Pendidikan
5.Kapasitas mental emosi dan inteligensi
PERKEMBANGAN MORAL
PADA MASA REMAJA
MORIstilah moral berasal dari kata Latin “mos” (moris) yang
berarti adat istiadat, kebiasaan, peraturan/nilai-nilai atau tata cara
kehidupan. Sedangkan moralitas merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan
peraturan, nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral.
Nilai-nilai moral itu, seperti seruan untuk berbuat baik
kepada orang lain, memelihara ketertiban dan keamanan, memelihara kebersihan,
dan memelihara hak orang lain, serta larangan mencuri, berzina, membunuh, meminum
minuman keras dan berjudi.
Seseorang dapat dikatakan bermoral, apabila tingkah laku
orang tersebut sesuai dengan nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi oleh
kelompok sosialnya.
E. MORAL DAN RELIGI
Perkembangan moral seorang anak banyak dipengaruhi oleh
lingkungannya. Anak memperoleh nilai-nilai moral dari lingkungannya, terutama
dari orangtuanya. diantaranya sebagai
berikut :
a. Konsisten
dalam mendidik anak
Ayah dan ibu harus memiliki sikap dan perlakuan yang sama
dalam melarang atau membolehkan tingkah laku tertentu kepada anak. Suatu
tingkah laku anak yang dilarang oleh orangtua pada suatu waktu, harus juga
dilarang apabila dilakukan pada waktu lain.
b. Sikap orangtua dalam keluarga
Secara tidak langsung, sikap orangtua terhadap anak, sikap
ayah terhadap ibu, atau sebaliknya, dapat mempengaruhi perkembangan moral anak,
yaitu melalui proses peniruan (imitasi). Sikap orangtua yang keras (otoriter)
cenderung melahirkan sikap disiplin semu oada anak, sedangkan sikap yang acuh
tak acuh atau sikap masa bodoh, cenderung mengembangkan sikap kurang
bertanggungjawab dan kurang mempedulikan norma pada diri anak. Sikap yang
sebaiknya dimiliki oleh orangtua adalah sikap kasih saying, keterbukaan,
musyawarah (dialogis).
c. Penghayatan
dan pengamalan agama yang dianut
Orangtua merupakan panutan (teladan) bagi anak, termasuk
disini panutan dalam mengamalkan ajaran agama. Orangtua yang menciptakan iklim
yang religious (agamis), dengan cara memberikan ajaran atau bimbingan tentang
nilai-nilai agama kepada anak, maka anak akan mengalami perkembangan moral yang
baik.
d. Sikap
konsisten orangtua dalam menerapkan norma
Orangtua yang tidak menghendaki anaknya berbohong, atau
berlaku tidak jujur, maka mereka harus menjauhkan dirinya dari prilaku
berbohong atau tidak jujur. Apabila orangtua mengajarkan kepada anak, agar
berprilaku jujur, bertutur kata yang sopan, bertanggungjawab atau taat
beragama, tetapi orangtua sendiri menampilkan perilaku sebaliknya, maka anak
akan mengalami konflik pada dirinya, dan akan menggunakan ketidakkonsistenan
orangtua itu sebagai alas an untuk tidak melakukan apa yang diinginkan
orangtuanya, bahkan mungkin dia akan berprilaku seperti orangtuanya.
PERKEMBANGAN RELIGI
Masa remaja adalah masa bergejolaknya bermacam-macam
perasaan yang kadang-kadang bertentangan satu sama lain. Kondisi ini
menyebabkan terjadinya perubahan emosi yang begitu cepat dalam diri
remaja,,seperti ketidakstabilan perasaan remaja kepada Tuhan/Agama.
Fitrah beragama ini merupakan disposisi (kemampuan dasar)
yang mengandung kemungkinan atau berpeluang untuk berkembang. Namun, mengenai
arah dan kualitas perkembangan beragama remaja sangat bergantung kepada proses
pendidikan yang diterimanya. Jiwa beragama atau kesadaran beragama merujuk
kepada aspek rohaniah individu yang berkaitan dengan keimanan kepada Allah yang
direfleksikan kedalam peribadatan kepada-Nya.
Kebutuhan remaja akan Allah kadang-kadang tidak terasa
ketika remaja dalam keadaan tenang, aman, dan tentram. Sebaliknya Allah sangat
dibutuhkan apabila remaja dalam keadaan gelisah, ketika ada ancaman, takut akan
kegelapan, ketika merasa berdosa.
Jadi,,kesimpulannya,,perasaan remaja pada agama adalah
ambivalensi. Kadang-kadang sangat cinta dan percaya pada Tuhan, tetapi sering
pula berubah menjadi acuh tak acuh dan menentang (Zakiyah Darajat, 2003:96-96
dan Sururin, 2002:70).
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi
a) Ajaran agama
yang mereka terima.
b) Cara penerapan
ajaran agama.
c) Keadaan
lembaga-lembaga keagamaan.
d) Para pemuka
agama
DAFTAR PUSTAKA
https://occiie23.wordpress.com/2012/07/05/perkembangan-bahasa-peserta-didik-usia-sekolah-menengah-remaja-2/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar